JAKARTA,
(Tajuk Harian Indonesia) - Yang ribut soal politik identitas itu saya
kira mereka yang berpolitik tak jelas identitasnya. Lalu bagaimana
mungkin berpolitik tanpa kejelasan identitasnya, apa yang mau diharap
dari kandidat yang tak jelas identitasnya. Apakah politik tanpa
identitas itu tidak sama atau sama dengan Politik Uka-uka ?
Kayaknya
sih..., namun justru kalau mau serius berpolitik itu harus jelas
identitasnya. Sehingga segmen pendukungnya bisa jelas juga memberikan
dukungan. Tak bisa menebak seperti kucing dalam karung. Warnanya apa
belang atau polos, laki-laki atau perempuan termasuk lirengnya yang
tidak ketahuan.
Seorang
kandidat yang mau didukung dalam Pilkada, Pileg apalagi Pilres harus
jelas juga identitasnya. Lulusan dari mana, ijazahnya apa, serta latar
keluarga itu bagus dan jelas apa tidak, hitam dan putihnya atau abu-abu
tak jelas seperti mengisi teka teki silang yang bisanya hanya spekulasi
sifatnya.
Identitas
seniman dan budayawan harus mendapat kejelasan latar belakang kandidat
bila mau didukung dan hendak dimenangkan dalam Pemilihan, yang mungkin
sudah bisa digarap yang berlangsung jujur, bebas dan transparan dalam
pelaksanaannya itu sekarang.
Lha,
kok masih rewel dengan politik identitas yang tak boleh diperjelas asal
usul dan riwayatnya. Sebab politik identitas itu justru diperlukan bagi
pendukung -- umumnya rakyat -- yang tidak boleh ditipu dengan memalukan
identitas atau ijazah. Karena bagi kawan ojek online yang hendak
memberikan dukungan perlu juga tampil dengan identitas ojek online yang
solid dan maha dakhsyat potensi maupun kekuatannya untuk mengumpulkan
suara. Bahkan untuk ikut kampanye dan mempromosikan kandidat
unggulannya.
Sama
dengan media online sekarang yang sedang berada diatas angin
menumbangkan media mainstream boleh saja tampil memberikan dukungan
kepada kandidat yang mau dan sesuai dengan aspirasi mereka. Karena mau
melindungi dan membuka peluang kerja yang bagus dan luas dalam upaya
menyampaikan informasi, publikasi bahkan sebagai agen informasi untuk
memenangkat kandidat idolanya.
Lalu
mengapa politik identitas jadi dianggap famali bahkan haram untuk ikut
menyemarakkan pesta demokrasi yang katanya bebas, jujur dan adil itu ?
Jadi
hanya kepada mereka yang percaya dengan Uka-uka saja Politik Identitas
itu seperti makruh dan terlarang tanpa pijakan hukum dan dalilnya yang
soheh. Sebab komunitas di kampung kami dengan identitas yang jelas,
tetap akan komit dan konsisten mendukung satu calon dengan siapun
pasangan yang dipilihnya kelak. Karena komunitas di kampung kami
memiliki visi dan misi yang sama dengan kandidat pilihan yang sudah
sejak lama menjadi perhatian serius, dibanding kandidat Abak-abal
lainnya atas dasar pesanan maupun titipan.
Artinya,
warga kampung kami pun sah dan pantas menaruh harapan yang juga
dititipkan untuk selalu mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan
kepentingan keluarga dan kelompoknya saja.
Sementara
yang terjadi selama ini adalah perlakuan seperti itu. Seperti terhadap
petani yang dibujuk untuk meningkatkan produksi pangan, tapi pupuk dan
harga penjualan hasil panen petani dibiarkan dan dilahap tengkulak atau
bahkan rentenir yang terorganisir seperti Mafia Judi, Mafia Tanah dan
Sindikat Narkoba di Indonesia.
Jakarta, 16 November 2022/ HI
Penulis : Jacob Ereste
Editor : Juliantika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar